SEKILAS SEJARAH AWAL
GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS
Gereja Dajak Evangelis (GDE) sebelum menjadi Gereja Kalimantan
Evangelis (GKE).
GDE berdiri pada 24 April 1935 diakui sebagai Badan Hukum menurut Keputusan Nomor 33, Stbl No.217 berkedudukan di Banjarmasin. Pekabaran Injil di tanah Kalimantan sebenarnya telah dilakukan sekitar tahun 1835 (masa penjajahan Belanda).
Dibentuk oleh misi penginjilan dari Zending Basel yang berkedudukan di Swiss.
Pada tahun-tahun pertama penginjilan yang dilakukan oleh para missionaries ini banyak sekali kendala dan halangan, yaitu salah satunya sikap kecurigaan dari masyarakat local (Suku Dayak) terhadap pendatang, terlebih pendatang tersebut mempunyai ciri-ciri fisik yang sangat berbeda dengan mereka. Sehingga tidak sedikit para missionaris ini mati syahid menjadi martir karena banyak di bunuh oleh orang Dayak.
GDE berdiri pada 24 April 1935 diakui sebagai Badan Hukum menurut Keputusan Nomor 33, Stbl No.217 berkedudukan di Banjarmasin. Pekabaran Injil di tanah Kalimantan sebenarnya telah dilakukan sekitar tahun 1835 (masa penjajahan Belanda).
Dibentuk oleh misi penginjilan dari Zending Basel yang berkedudukan di Swiss.
Pada tahun-tahun pertama penginjilan yang dilakukan oleh para missionaries ini banyak sekali kendala dan halangan, yaitu salah satunya sikap kecurigaan dari masyarakat local (Suku Dayak) terhadap pendatang, terlebih pendatang tersebut mempunyai ciri-ciri fisik yang sangat berbeda dengan mereka. Sehingga tidak sedikit para missionaris ini mati syahid menjadi martir karena banyak di bunuh oleh orang Dayak.
Akan tetapi hal-hal seperti ini
tidak membuat para misionaris menarik mundur langkah mereka, sehingga
dilakukanlah pendekatan cultural seperti yang dilakukan oleh para misionaris
gereja Khatolik (inkulturasi). Pendekatan cultural tersebut antara lain
mengadakan penginjilan dengan menggunakan bahasa setempat (Bahasa Dayak Ngaju
dan Maanyan), merekrut tokoh-tokoh Dayak seperti Demang, Temanggung, dan tokoh
adat lainnya untuk membantu mereka melakukan pendekatan ini. Dan ternyata
pendekatan cultural ini sangat berhasil akan tetapi pendekatan ini tidak
termasuk dalam melakukan ritual ibadah, jadi ritual tetap menggunakan metode
liturgy yang baku dan ada penekanan kepada para murid-murid didik dari Zending
Basel ini untuk memperingatkan kepada warga Dayak yang telah dibabtis menjadi
Kristen untuk tidak lagi melakukan ritual-ritual adat seperti melakukan upacara
pemanggilan roh-roh nenek moyang . Karena hal tersebut bertentangan dengan
ajaran Kristus dan Alkitab. Pendekatan cultural melalui bahasa, mengikuti pola
hidup masyarakat Dayak dan bergaul dengan penuh kasih adalah metode yang sangat
efektif sehingga masyarakat Dayak sangat bisa menerima kedatangan para
missionaries ini dilingkungan mereka bahkan para tokoh adat ini pula yang
melakukan pengawalan dan perlindungan untuk menjaga keselamatan para
missionaries. Rekrutasi pendidikan yang pertama dilakukan terhadap 5 (lima)
orang pemuda Dayak yang dianggap memiliki Potensi dan mereka juga rata-rata
telah bekerja (menjadi guru). Mereka disekolahkan di sekolah Seminari
Banjarmasin, digembleng menjadi “para rasul” yang handal dalam memberitakan
Kabar Baik dari Surga kepada orang-orang Dayak. “Para Rasul Dayak” pertama itu
ialah :
1) R. Kitting.
2) E. Dohong.
3) G. Akar.
4) H. Dingang.
5) M. Blantan.
Pengutusan, Berkat dan
Pentahbisan Suci 5 (lima) “Rasul” Dayak pertama yang dilakukan oleh tuan
Zendinginspectuer H. Witschi. Pada tanggal 5 April 1935.
1. Rudolf Kiting
Hatalla
Pangkahai Tuhan, ije jari marawei ikau menempo Ie huang watas RONGAN, aton
hamauh dengam: “Oloh ije oercaya huang Aku tahasak danum pambelom kareh mahasor
bara huang ie.”
2. EDUARD DOHONG
Hatalla
Pangkahai Tuhan, ije jari marawei ikau manempo Ie hong MIRI, aton hamauh dengam
: “Jaton keton jari mintih Aku, tapi Aku jari mintih keton tuntang manyoho
keton, uka keton lius hayak mamua tuntang bua keton melai.”
3. GARSON AKAR
Hatalla
Pangkahai Tuhan, ije jari marawei ikau manempo Ie hong HULU KAPUAS, aton hamauh
dengam: “Kare bukit akan tandar, tinai lungkoh akan hongge; tapi asingKu jaton
akan tandar bara ikau, tuntang janjin salamatku jaton akan hongge, koan Yehowa,
Panyanyangm.”
4. HERNALD DINGANG
Hatalla
panglahai Tuhan, ije jari marawei ikau manempo Ie hong WATAS TIWEI, aton hamauh
dengam: “Ela mikeh, krana Aku toh aton dengam; ela undur krana Aku toh
Hatallam; Aku mampaabas ikau, uka kea mandohop ikau Aku mahaga ikau kea hapan
lenge gantau katetek ayungKu.”
5. MARDONIUS BLANTAN
Hatalla
Pangkahai Tuhan, ije jari marawei ikau manempo Ie hong WATAS DUSUN TIMUR, aton
hamauh dengam: “Sarenan kilau sardadun Yesus Kristus ije bahalap.”
Dipetik dari 100 tahun sejarah
pekabaran Injil di Tanah Borneo. Dan lahirnya Gereja Dayak Evangelis (GDE) pada
tanggal 4 April 1935. (dicetak ulang oleh Majelis Resort GKE Palangka
Raya-1993) Sebagai generasi muda, kita harus bangga akan “Rasul-rasul” Tuhan di
Tanah Dayak ini, bermula dari Pendeta Johann Heinrich Barnstein dan para
misionaris lainnya yang berjuang tanpa memikirkan keselamatan diri tapi
menyerahkan semua kepada TUHAN, dan juga 5 Pendekar Dayak yang pergi melayani
tanpa pamrih untuk memberitakan keselamatan dan menjadikan kita Bangsa Dayak
menjadi Bangsa yang beradab, memiliki pengetahuan dan memiliki kasih dan yang
utama memiliki TUHAN YESUS sebagai Tuhan dan Juru Selamat.